PEMETAAN ORGANISASI DAKWAH (PESANTREN)
Dosen pembimbing: Usts. Moch. Nafi’
Oleh: Aldi Albani, Fahrurrozy dan Zainuddin MRH
A. PENDAHULUAN
Pada masa modern ini seluruh manusia berpacu dalam segala bidang kehidupan, baik kehidupan yang bersifat duniawi maupun kehidupan yang bersifat ukhrawi untuk menyeimbangkan antara tujuan duniawi dengan tujuan ukhrawi diperlukan adanya pengetahuan yang luas baik pengetahuan umum
maupun pengetahuan agama, sesuai dengan hadist Nabi yang telah kita ketahui bersama.
Oleh karenanya Pesantren merupakan salah satu tempat untuk mencetak da’i- da’i yang profesional, meskipun dengan memandang pesantren dari luar, maka menghubungkan pesantern dengan istilah modern seolah menjadi suatu yang ambigu. Padahal berhadapan dengan modernitas, kalangan santri meerupakan kalangan yang paling lama melakukan reaksi penerimaan, dengan berpegang teguh pada prinsip Al Muhafadhoh ‘ala Al Qodimi Al Shalih wa Al Akhdu bil jadidi Al Aslah.
Untuk itu penulis di sini tertarik dengan sebuah pesantren yang tidak hanya fakum di situ saja, melainkan dengan menganalisis kembali sesuatu yang baik tersebut, untuk menjadi yang lebih baik lagi, demi kepentingan masyarakat pesantren dan masyarakat secara umum, pondok pesantren sidogiri misalnya.
Menurut penulis kemajuan pesantern sidogiri ini, tidak lepas dari kerja keras manajemen pesantren melakukan pengembangan ekonomi melalui koperasi berdasarkan analisis SWOT. Yaitu, menggali aspek kelebihan dan kekurangan pesantren, peluang serta ancaman yang ada ke depan.
B. PEMBAHASAN
1. Peran dan Fungsi Pondok pesantren ( Strenght)
a. Peranan Instrumental dan Fasilitator
Hadirnya ponpes yang tidak hanya sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan, namun juga sebagai lembaga pemberdayaan umat merupakan petunjuk yang amat berarti. Bahwa ponpes menjadi sarana bagi pengembangan potensi dan pemberdayaan umat, seperti halnya dalam pendidikan atau dakwah islamiyah, saran dalam pengembangan umat ini tentu memerlukan sarana bagi pencapaian tujuannya. Sehingga ponpes yang mengembangkan hal yang demikian berarti ponpes tersebut telah berperan sebagai alat atau instrument pengembangan potensi dan pemberdayaan umat.
b. Peranan Mobilisasi
Ponpes merupakan lembaga yang berperan dalam memobilisasi masyarakat dalam perkembangan mereka, peranan seperti ini jarang dimiliki oleh lembaga atau perguruan lainnya dikarenakan hal ini dibangun atas dasar kepercayaan masyarakat bahwa ponpes adalah tempat yang tepat untuk menempa akhlak dan budi pekerti yang baik. Sehingga bagi masyarakat tertentu terdapat kecenderungan yang memeberikan kepercayaan pendidikan hanya kepada ponpes.
c. Peranan Sumberdaya Manusia
Dalam sistem pendidikan yang dikenbangkan oleh ponpes sebagai upaya mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, ponpes memberikan pelatihan khusus atau diberikan tugas magang di beberapa tempat yang sesuai dengan pengembangan yang akan dilakukan di ponpes.
d. Sebagai Agent of Development
Ponpes dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral melalui transformasi nilai yang ditawarkan ponpes . Kehadirannya bisa disebut sebagai agen perubahan sosial (agent of social change) yang selalu melakukan pembebasan pada masyarakat dari segala keburukan moral, penindasan politik, pemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari pemiskinan ekonomi. (Departemen Agama. 2003: 91-93).
e. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Dakwah
Pengertian sebagai lembaga dakwah benar melihat kiprah ponpes dalam kegiatan melakukan dakwah di kalangan masyarakat, dalam arti kata melakukan suatu aktivitas menumbuhkan kesadaran baragam atau melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen sebagai pemeluk agama Islam. (Bahri Ghazali. 2003: 38).
Dengan beberapa peran dan fungsi pesantren secara umu di atas, maka penulis dapat menyodorkan sebuah pesantren yang telah mampu mengoptimalkan perannya, seperti ponpes sidogiri.
Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ini adalah contoh yang sudah melakukan gerakan ekonomi kerakyatan. Dan sudah terbukti pula pesantrennya sukses. Sidogiri adalah indikator bahwa pesantren bisa menggerakkan ekonomi rakyat kecil dan tentunya harus lebih luas lagi dan dikembangkan oleh seluruh pesantren khususnya dan seluruh masyarakat muslim.
2. Kelemahan Pondok Pesantren (Weakness)
a. Manajemen Pengelolaan Ponpes; ini memang dimungkinkan terjadi oleh karena pemahaman bahwa ponpes adalah lembaga tradisional, sehingga pengelolaan manajemennya tidaklah menjadi hal yang serius diperhatikan dan sangat konvensional.
b. Kaderisasi Pimpinan Ponpes; kaderisasi merupakan sarat yangharus ada pada setiap organisasi termasuk organisasi kependidikan seperti ponpes. Ini perlu diperhatikan karena banyak ponpes yang kegiatannya menjadi mati dikarenakan wafatnya pimpinan ponpes.(Departemen Agama. 2003: 36-37).
c. Masih terdapatnya ambivalensi orientasi pendidkian. Akibatnya, sampai saat ini masih terdapat kekurangan dalam sistem pendidikan yang diterapkan. Hal ini disebabkan masih terdapatnya anggapan bahwa hal-hal yang terkait dengan soal kemasyarakatan atau berbagai disiplin ilmu sain dianggap semata-mata merupakan garapan khusus sistem pendidikan sekuler.
d. Adanya pemahaman parsial atau dikotomi yang memisahkan antara ilmu agama dan sain.(Amin Haedari, dkk. 2005: 1996).
Akan hal tersebut di atas, ponpes dituntuk untuk melakukan terobosan-terobosan sebagai berikut (problem solving):
Pertama, membuat kurikulum terbaru, gradual, sistematik, egaliter, dan bersifat buttom up (tidak top-down) artinya penyusunan kurikulum tidak lagi didasarkan pada konsep plain for student tetapi plain by student. Kedua, melengkapi sarana penunjang proses pembelajaran, seperti perpustakaan, buku-buku klasik dan otamemungkinkan, dll). Ketiga, memberikan kebebasan kepada santri yang ingin mengembangkan talenta mereka masing-masing, baik yang berkenaan dengan pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun kewirausahaan. Keempat, menyediakan wahana aktualisasi diri di tengah-tengah masyarakat. (Amin Haedari, dkk. 2005: 198-199).
Dalam hal ini ponpes Sidogiri memberikan kesempatan kepada semua santri untuk mengembangkan potensi yang dia miliki, baik di bidang pengetahuan bahasa, pendidikan kewirausahaan , ekonomi dan lain- lain.
Pengolaaan ponpes Sidogiri pada awalnya menggunakan manejemen tradisional, di mana figur central adalah kyai. Hal ini berlangsung sampai masa kepemimpinan KH. Abd. Jalil. Setelah kepemimpnan dipegang oleh KH. Kholil Nawawi dibentuk wadah musyawarah yang diberi nama Panca Warga dengan anggota lima orang putara beliau. Dan pada masa kyai Siraj dibentuk wadah baru yang bernama majelis musyawarah keluarga. Dengan terbentuknya majelis tersebut maka seluruh persoalan pesantren yang muncul menjadi tanggung jawab bersama. Artinya semua keputusan tidak lagi tidak lagi di tangan seorang kyai.(Departemen Agama. 2007: 305).
3. Peluang Ponpes dengan memperluas jaringan.(opurtunity)
Hampir bisa dipastikan bahwa jaringan (network) merupakan elemen penting dalam sebuah institusi atau lembaga untuk terus berkiprah. Di era globalisasi ini hampir tidak ditemukan sebuah institusi atau lembaga yang mengabaikan aspek kerja sama tidak terkecuali ponpes.
Oleh karenanya kerja sama merupakan keharusan yang tidak boleh tidak dilakukan oleh ponpes untuk memberikan sumbangsih terhadap agama dan bangsa. Dengan demikian ponpes dapat melakukan kerja sama dengan:
a. Kerja sama antar ponpes
Salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan ponpes adalah membangun jaringan kerja sama kelembagaan dengan ponpes lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa masing-masing ponpes memiliki keunikan dan konsentrasi keilmuan yang berbeda. Dengan beragamnya konsentrasi dan kecenderungan ponpes , maka dimungkinkan bagi ponpes tertentu bermitra dengan ponpes lainnya yang penigkatan konsentrasi keilmuan tertentu melalui kerja sama kelembagaan. Ini bisa dilakukan melalui pertukaran santri atau pertukaran guru di masing-masing ponpes yang berbeda.
b. Kerja sama ponpes dengan pemerintah (Negara)
Fenomena penting dalam sejarah perjalanan ponpes adalah proses terbukanya ponpes untuk terlibat dengan kolompok lain. Keterbukaan ponpes untuk menerima kebijaksanaan pemerintah melalui departemen agama misalnya, merupakan kemajuan dan sekaligus merupakan wujud keterbukaan ponpes akan desakan realitas di luarnya. Melalui departemen agama, upaya sinegitas keilmuan agama maupun umum di lembaga-lembaga pendidikan termasuk ponpes dilakukan. Kalau di lembaga pendidikan umum diupayakan pengajaran agama, maka di lembaga pendidikan agama pengajaran ilmu umumpun dilakukan.
Proses kerja sama antara ponpes dengan pemerintah yang dalam hal ini departemen agama, merupakan wujud dari kemajuan ponpes yang mau terbuka menyikapi perubahan dan mampu untuk mengupayakan keilmuan ponpes.
c. Kerja sama ponpes dengan jaringan internasional
Di samping kerja sama dengan ponpes lainnya atau dengan lembaga pemerintah terkait pesantreen di masa mendatang berpeluang untuk menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait di luar negeri. Kerja sama luar negeriu ini mutlak dilakukan guna menjadikan ponpes berkiprah dalam ranah internasional.(Amin Haedari, dkk. 2005: 169-172).
Pondok pesantren Sidogiri telah melakukan kerja sama dengan para meskipun tidak maksimal. Usaha Pondok Pesantren Sidogiri dalam memberdayakan masyarakat, khususnya alumni PPS, di bidang ekonomi yaitu dengan melakukan kerja sama membuka jaringan atau cabang kopontren di tiap-tiap kecamatan di Jawa Timur. Itulah sepenggal penyampaian Ust H Mahmud Ali Zain, Manajer Kopontren Sidogiri, dalam peresmian Kopontren Sidogiri cabang Kompol Geger Bangkalan, Kamis (03/07/31).
Dengan kehadiran Kopontren yang dirintis oleh K.A. Sadoellah sejak 1961 M di berbagai daerah, lanjut beliau, secara tidak langsung telah membantu kesejahteraan masyarakat sekitar di bidang ekonomi, yakni mengentas ketertindasan masyarakat secara bersama-sama. “Untuk mengentas orang yang nyaris tenggelam, kita harus memegang dan menahannya. Setelah itu baru kemudian mengentasnya secara bersama-sama,” lanjutnya.
Kopontren Sidogiri cabang Kompol ini merupakan cabang baru ke-7 yang dibuka tahun ini, sekaligus menjadi cabang yang ke-30 dari seluruh cabang Kopontren.
4. Pesantren dan tantangan modern ( Threats)
Dengan memandang ponpes dari luar maka menghubungkan ponpes dengan istilah modern seolah menjadi sesuatu yang ambigu, bagaiman tidak, di dalam benak kepala kita untuk mendefinisikan istilah “pesantren” justru terkenal sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, selalu diidentikan dengan kata tradisional. Kata ini kemudian include dengan istilah kampung, kuno dan tentuna tidak modern. Kemudian realitas seperti ini diterapkan sampai pada perilaku terkecil, seperti tidak diperkenankannya seorang santri mendengarkan radio, televisi, juga jarangnya buku-buku umum, majalah, apalagi komik yang tersedia di ponpes; seolah semakin mengukuhkan bertolakannya antara dunia ponpes dengan modernitas.
Modernisasi, tentu telah membawa dampak begitu besar bagi berlansungnya realitas sosial. Menurut A. Malik Fajar Ada beberapa fenomena yang dieksplorasi yang bisa diungkap mengenai implikasi dari modernism, yaitu:( Amin Haedari, dkk. 2004: 37-38).
1. Berkembangnya mass culture karena pengaruh kemajuan mass media. Seperti televisi, hingga arus informasi tidak lagi bersifat local, tapi nasional bahkan global. Hal ini akan berdampak pada kondisi keragaman ataupun heterogenitas nilai dalam masyarakat, yang akan berpengaruh terhadap nilai-nilai agama yang ada pada masyarakat.
2. Tumbuhnya sikap hidup rasional, sehingga banyak hal didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang lebih rasional, termasuk dalammenyikapi ajaran agamanya.
3. Munculnya sikap hidup yang cenderung “permisif”, yaitu sikap hidup yang longgar terhadap bentuk penyimpangan, termasuk penyimpangan terhadap agamanya.
Oleh karena itu, semua pondok pesantren, sidogiri khususnya, harus lebih kritis lagi untuk mengaplikasikan potensi yang telah ia miliki, semisal dalam ekonomi syariahnya, sehingga tidak ada penyimpangan terhadap hukum agamanya.
Maka diperlukan pendidikan, pembimbingan dan pendampingan terhadap semua komponen yang bersentuhan langsung dengan pratik ekonomi syariah. Pendidikan ekonomi syariah ini diharapkan tidak hanya ditunjukkan kepada petugas dan kepara bangkir syariah, akan tetapi juga kepada masyarakat umum, utamanya para nasabah. Sebab, selama ini masyarakat tidak memahami betul mengenai apa dan bagaimana ekonomi syariah. Akibatnya, tidak sedikit yang berpandangan bahwa sistem syariah sebenarnya tidak beda jauh dengan sistem konvensional.
Seperti dalam masalah peminjaman modal; dalam sistem syariah dikenal sistem qardul-hasan, yakni peminjaman yang dalam pengembaliannya dianjurkan pengembalian lebih. Pengembalian lebih ini tidak disyaratkan dalam akad. Sistem ini, jika disalahpahami, akan menimbulkan asumsi bahwa sistem syariah juga mengambil bunga.(http://sidogiri.net/index.php/pustaka)
C. SIMPULAN
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menarik benang merah, bahwasannya dakwah bukan hanya menyampaikan atau penerangan agama saja melainkan semua usaha untuk merealisir ajaran agama Islam dalam semua segi kehidupan manusia, sebagaimana yang telah disamapaikan H. soedirman bahwa dakwah tidak identik dengan tabligh tetapi meliputi semua usaha mewujudkan ajaran islam dalam semua segi kehidupan.
Oleh karena itu pesantren kalau boleh dikatakan, adalah sebuah oraganisasi atau masyarakat dakwah yang dapat menjawab dan melayani semua permasalahan kehidupan masyarakat baik berskala nasional ataupun internasional.
Daftar rujukan
Departemen Agama. 2003. Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Ditpekapontren
Departemen Agama. 2007. Direktori Pesantren. Jakarta. Ditpekapontren
Ghazali, Bahri. 2003. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Prasasti
Haedari, Amin. Dkk. 2005. Masa Depan Pesantren. Jakarta: IRD Press
Haedari, Amin. Dkk. 2004. Panorama pesantern dalam cakrawala modern.jakarta. Diva Pustaka Jakarta.